KOLOM OPINI Debat Bersejarah Calon Presiden AS: Pemain Politik Baru VS Pemain Politik Lama
By vegaensiklopedia10@gmail.com - 03.37
Oleh: Vega Ma’arijil Ula
Debat dua calon presiden Amerika
Serikat digelar pada 27 September 2016 lalu. Debat tersebut dihelat di New York
pada pukul delapan pagi waktu setempat. Kandidat partai Demokrat, Hillary
Clinton serta kandidat dari partai Republik, Donald Trump sudah saling serang
sebelum debat digelar. Hal tersebut semata-mata untuk meraih simpati rakyat AS
pada pemilu presiden 8 November 2016 mendatang.
Beberapa pengamat belum bisa
memprediksi siapa yang akan keeluar sebagai pemenang dalam debat tersebut. Akan
tetapi CNN telah merilis bahwa Hillary Clinton unggul atas Donald Trump dengan
presentase 44 persen berbanding 42 persen. Sementara itu, beberapa pihak juga
menjagokan Donald Trump sebagai pemain politik baru, dimana mereka juga ingin
melihat sesuatu yang baru dari tokoh kontroversial bernama Donald Trump.
Hal yang menarik sekaligus
bersejarah tentunya bahwa Hillary harus berhadapan dengan pemain politik anyar
yang belakangan ini namanya melejit. Berbeda dengan lawannya, Hillary sendiri
merupakan pemain politik lama yang notabene ditahun 2008 sudah bertarung dengan
Barrack Obama. Kembali ke ranah debat, Trump mengatakan bahwa ia akan
menghormati lawannya jika Hillary juga memperlakukannya dengan baik. Tentu
atmosfer ini akan membuat persaingan di panggung debat semakin panas.
Saya akan bahas dari masing-masing
kubu. Dimulai dari Hillary Clinton yang tak hanya populer dikalangan
pendukungnya saja. Hillary juga populer di mesin pencari Google. Buktinya visi
dan misi serta isi pidatonya menjadi ranah pencarian terpopuler. Utamanya pada
saat dirinya dinobatkan sebagai capres dari partai Demokrat. Bahkan presiden
Amerika Serikat saat ini, Barrack Obama menggambarkan masa depan Amerika yang
optimistis pada konvensi partai Demokrat guna mendukung Hillary Clinton sebagai capres. Obama menuturkan agar partai
Demokrat membantu Clinton. Presiden kulit hitam pertama di Amerika itu
beralasan bahwa Hillary adalah orang yang tepat untuk mewujudkan keinginan dan
harapan warga Amerika.
Bentuk dukungan Obama didorong oleh
faktor ketidaksetujuannya kepada Donald Trump. Menurut Obama, apa yang
direncanakan Trump bukanlah cita-cita Amerika pada jalur yang sebenarnya. Amerika
saat ini seperti pendapat Obama merupakan bangsa yang peduli terhadap adanya
perbedaan ras serta ikut peduli pada isu-isu politik.
Tak dapat diremehkan, Trump
sebelumnya juga sempat unggul atas Hillary. Hal tersebut menandakan bahwa
dukungan terhadap partai Republik semakin tinggi. Padahal sebelumnya Trump
sempat dijegal dengan gerakan #NeverTrump, akan tetapi bisa kita lihat bahwa
faktanya Trump semakin menjadi. Survei dari Washington Post dan New York Times
memberikan penilaian yang sama atas hasil yang diraih pengusaha kontroversial
itu. Dari sisi lain, warga berkulit putih juga tak lupa memberikan dukungan.
Bukan hal yang aneh memang jika mayoritas pendukungnya datang dari ras kulit
putih menginggat Trump sering melontarkan kata-kata kontroversial terhadap ras
kulit hitam.
Meski demikian, Trump tetap harus
berhati-hati dengan keadaanya saat ini. Pasalnya, Trump sering melontarkan
kata-kata kontroversial. Seperti merendahkan ras Afrika-Amerika, kemudian Trump
juga pernah menolak menyewakan apartemennya kepada ras Afrika-Amerika. Yang
paling beresiko bagi dirinya, Trump pernah menghina ras Afrika-Amerika pada
Presiden Barrack Obama. Hal-hal sedemikian rupa tentu riskan apabila diketahui
publik.
Terlepas dari itu semua, setiap
pihak tentunya memiliki opininya masing-masing, meski secara langsung hal
tersebut tidak akan berpengaruh. Karena sejatinya hasil akhir berada ditangan
warga Amerika Serikat. Namun, jika berbicara head to head, keduanya memiliki peluang yang sama. Jadi bisa
dibilang fifty-fifty. Bagaimana
tidak, mayoritas pemilih melihat bahwa keduanya mrupakan capres yang bisa
dibilang tidak hebat-hebat amat. Terbukti dari beberapa survei bahwa keunggulan
selisihnya sangat tipis yaitu hanya dua persen saja. Hasil ini cukup bagus juga
untuk Trump yang notabene belum berkecimpung di dunia politik. Hasil akhir
nanti yang akan menentukan tampaknya juga hanya berdasar kepada calon yang
mereka sukai dan calon yang tidak mereka sukai. Tentu menarik untuk dinanti
hasil akhirnya pada 8 November 2016 mendatang.
Vega
Ma’arijil Ula
0 komentar