Oleh: Vega Ma’arijil Ula
Bahasa dari kata Sansekerta memiliki
makna kemampuan yang dimiliki manusia guna bertutur dengan manusia lainnya,
baik lewat kata atau gerakan. Sedangkan bentuk kajian ilmiahnya terhadap bahasa disebut linguistik. Bahasa lebih
tepatnya digunakan sebagai media berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
perkembangannya bahasa berubah sepanjang waktu dimana evolusinya membandingkan bahasa modern.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa
ibu yang hingga saat ini telah mendarah daging bagi setiap warga negara
Indonesia. Bahasa indonesia sudah digunakan sedari dulu bahkan saat teks
proklamasi mulai di proklamirkan. Sejak saat itu mulai dari anak-anak, remaja,
bahkan dewasa telah fasih berbahasa Indonesia. Di sekolah-sekolah mulai
diaplikasikan kepada siswa bahwasanya penggunaan bahasa Indonesia menjadi
berguna bagi setiap masyarakat. Bagamana tidak, setiap kegiatan ekonomi,
politik, sosial, budaya, olahraga dan masih banayk lagi tentu menggunakan
bahasa indonesia. Namun, di era globalisasi ini penggunaan bahasa Indonesia
menjadi terpinggirkan oleh bahasa Inggriis.
Era globalisasi menjadi arah yang
baru bagi setiap warga negara di seluruh dunia. Mau tidak mau, kita harus
mengikuti tren ke arah globalisasi. Apa dampaknya? Tentu setiap perubahan
memberikan dampak, baik itu positif atau negatif. Begitu pula globalisasi yang
memberikan dampak positif dan negatif terhadap bangsa Indonesia. Perlahan namun
pasti, bahasa Indonesia mulai tergerus oleh bahasa Ingggris.
Pernahkah kita berfikir bahwa adakah
tempat kursus bahasa Indonesia di sekitar kita? Sebagian besar tentu menjawab
tidak. Berbanding terbalik dengan bahasa Inggris yang sedari dulu telah
mendapatkan peminat, sekalipun di hati masyarakat indonesia. Bahkan orang tua
juga sudah menekankan putra dan putrinya untuk kursus tambahan mata pelajaran
bahasa Inggris.
Anak –anak remaja yang mengaku
dirinya anak gaul bahkan larut kedalam penggunaan bahasa Inggris yang di “mix”
dengan bahasa gaul, seperti “what’s up, bro”, “ok deh”, “ok mamen (ok my man)”,
“ ready, kan”, “please, deh”, OMG (Oh Em Ji), dan masih banyak lagi. Tentu
penggunaan bahasa gaul tersebut tidak mencerminkan penggunaan bahasa yang baik
dan benar.
Apabila bahasa ibu yang dalam hal
ini bahasa Indonesia tergerus oleh bahasa Inggris, derajat dan identitas kita
sebagai bangsa Indonesia menjadi hilang. Generasi penerus bahkan akan lebih
mengenal bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Faktanya dapat kita lihat
dari kalangan artis yang mulai menanamkan bahasa Inggris kepada anak-anak
mereka. Mulai mengajak berinteraksi menggunakan bahasa Inggris bukan bahasa
Indonesia.
Pengaruh bahasa Inggris juga
ditularkan melalui lagu-lagu “ABC” dan “Twinkle-twinkle little stars”. Secara
tidak langsung anak akan lebih mengenal lagu-lagu tersebut dibandingkan dengan
lagu anak-anak berbahasa Indonesia.
Data dan fakta berbicara bahwa
tayangan televisi turut andil dalam tenggelamnya bahasa Indonesia. Banyak
program-program yang menggunakan nama bahasa Inggris. Bahkan istilah kata
“download” lebih populer dibandingkan “unduh”. Meski demikian, hal ini tak
lantas hanya membawa dampak buruk semata. Bahasa Internasional seperti bahasa
Inggris tentu turut andil dalam berbagai penggunaan kata serapan yang ada dalam
bahasa Indonesia, seperti reshuffle, golf, detail, domain, film, radio,
monitor, radar dan masih banyak lagi.
Mayoritas pengguna bahasa Inggris
adalah mereka yang ingin dianggap lebih modern, bukan karena ingin belajar
dengan benar. Karena dengan berbahasa inggris mereka senang apabila disebut
canggih, maju dan trendi.
Tanpa berniat merendahkan atau
memberikan sentimen negatif, sebenarnya penggunaan bahasa asing seperti bahasa
Inggris tentu perlu guna menunjang aktifitas berskala Internasional. Akan tetapi
kita harus tahu, batasan-batasannya. Sehingga kita tidak kehilangan
identitas diri.
Kemudian peran pemerintah juga perlu
dikaji ulang mengingat belum adanya Undang-Undang yang mengatur kaidah tata
bahasa dengan jelas. Sejatinya formalitas hukum terkait tata bahasa mutlak
diperlukan. Hal ini mengingat perkembangan globalisasi yang sewaktu-waktu dapat
mengancam bahasa nasional. Tanpa Undang-Undang Kebahasaan, pengaruh masuknya
bahasa asing tenttu dapat merusak citra bangsa, harkat dan martabat bangsa Indonesia
menjadi tenggelam.
Kita dapat mulai berbenah sedari
sekarang bahwa perlu lebih mengenalkan bahasa Indonesia sejak dini, melalui
pendidikan sekolah PAUD, Sekolah Dasar, hingga ke level yang lebih tinggi.
Kemudian memberikan jam tambahan untuk pelajaran bahasa Indonesia, mendirikan
tempat kursus bahasa Indonesia, memberikan tayangan edukasi melalui layar kaca
seputar bahasa Indonesia dan lain-lain. Karena sejak awal pemuda-pemudi kita
telah bersumpah “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
0 komentar