Oleh: Vega Ma’arijil Ula
Pilpres
Amerika Serikat menjadi sorotan dunia beberapa bulan terakhir. Meski baru
dimulai pada 8 November mendatang, topik dan isu yang terkait dengan bakal
calon orang nomor satu di gedung putih itu hangat dibicarakan. Topik yang
dibicarakan beragam, dimulai dari sektor ekonomi, politik, sosial, budaya dan
masih banyak lagi.
Ada dua kandidat yang bertarung di
pilpres Amerika tahun ini, adalah Hillary Clinton dari partai Demokrat dan
Donald Trump dari partai Republik. Tanpa bermaksud mengunggulkan atau merendahkan
kedua bakal calon tersebut, pilpres kali ini dirasa menyedot antusiasme publik
yang begitu besar. Hillary yang notabene diusung oleh partai Demokrat dirasa di
atas angin mengingat didukung oleh Presiden Barrack Obama. Sedangkan nama bakal
calon dari Republik, Donald Trump meroket atas lontaran berbagai kalimat
kontroversialnya.
Trump yang tergolong sebagai pemain
politik baru kerap kali melontarkan berbagai kalimat kontroversial. Pria yang
lahir 70 tahun silam ini beberapa kali mengusir wartawan senior serta warga
sipil yang tidak setuju dengan gagasannya. Dirinya bahkan masuk kedalam 10 hal
berbahaya yang mengancam dunia. Dari rate angka 1 hingga 25, Trump mendapatkan
rate angka 12. Beberapa argumen menyatakan bahwa trump tak layak menjadi orang
nomor satu di negeri Paman Sam.
Trump berkomentar bahwa umat muslim
dan islam adalah pembuat masalah dan tidak memiliki rasa hormat terhadap
kemanusiaan. Ia bahkan melarang muslim masuk ke Amerika, entah itu imigran,
turis, bahkan mahasiswa. Trump juga menambahkan komentar pedasnya saat menghina
imigran Meksiko yang ia sebut kriminal. Terkait dengan terorisme, Trump ingin
agar pelaku terorisme disiksa dengan teknik kejam waterboarding yaitu dengan menenggelamkan kepala tersangka. Menutup
masjid juga menjadi agenda Trump apabila terpilih. Menurutnya berbagai diskusi
pembicaraan terjadi di masjid-masjid. Yang paling diingat oleh publik adalah
komentar Trump yang dipandang melecehkan wanita. Di tahun 2005, Trump pernah
melecehkan wanita dengan sebutan yang kurang etis. Hal ini membuat rekan-rekan
pengusung Trump dari partai Republik was-was.
Berbagai kecaman hadir dalam
menanggapi komentar-komentar Trump. Menteri Luar Negeri Jerman, Steinmeier
kebijakan “Politik Isolasi” yang diusung Trump berbahaya bagi Amerika Serikat. “Politik
Isolasi” sejatinya berbahaya dan mengurangi keamanan bagi Amerika, Eropa dan dunia.
Salah satu organisasi yang membawahi
imigran Filiphina di Amerika, Bayan USA melalui Nicole Cababa mengungkapkan
agar publik Amerika tidak setuju dengan gagasan Donald Trump. Kemudian
ketersediaan Trump guna mempertimbangkan senjata nuklir bagi sekutunya
berpotensi melanggar perjanjian Non- Proliferikasi nuklir. Hal ini tentu
berpotensi agar Jepang dan Korea Selatan mempersenjatai diri dengan nuklir. Dengan
kata lain, Amerika akan menarik pasukan dari kedua negara tersebut, apabila
kedua negara tersebut tidak sepakat membayar lebih untuk pangkalan militer AS
di negara mereka.
Proteksi perdagangan oleh Trump diprediksi
akan menampar Asia. Pasalnya, apabila Trunp terpilih ia akan menaikkan tarif
impor dari Asia, seperti Cina. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan
dampak bagi Indonesia yang selama ini telah menjalin kerjasama dengan Cina. Di
lingkup Asia kebijakan Trump ini akan mencederai pertumbuhan produk bruto Asia
serta tekanan inflasi. Hal ini tentu disayangkan mengingat Asia adalah pusat
manufaktur dunia yang negara-negaranya bergantung pada hasil ekspor. Tak hanya
Indonesia, bahkan Korea Selatan dan Filiphina diprediksi terkena dampak paling
besar.
Bergeser ke bakal calon dari partai
Demokrat, Hillary Clinton sebenarnya juga tak luput dari kasus investigasi
email. Namun setelah ditelusuri oleh FBI hal itu tidak terbukti. Kembali saya
tekanan bahwa tidak ada maksud
menjatuhkan salah satu bakal calon. Akan tetapi, melihat dari cara penyampaian
pidato terkait dengan visi dan misi kedepannya, Hillary lebih diatas angin.
Ada beberapa poin janji kampanye
yang dibahas, yaitu imigrasi. Kebijakan luar negeri, kepemilikan senjata api,
ekonomi dan perpajakan, dan terorisme. Kemudian dampak kerjasama yang akan
dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dengan Indonesia, diantaranya
menyangkut ekonomi digital, terorisme, dan kemaritiman.
Dari kedua bakal calon di pilpres
Amerika Serikat, secara menguntungkan bagi Indonesia adalah apabila Hillary
terpilih sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat. Tak ada yang mau
dirugikan tentunya oleh kebijakan Amerika Serikat. Karena sejatinya kerjasama
bilateral haruslah saling menguntungkan. Jika melihat apa yang dilakukan Trump
dalam kampanyenya tentu publik patut lebih kritis bahwa apa yang dibangun Trump
dalam kampanye visi dan misinya untuk Amerika dan dunia patut dipertanyakan,
karena tidak ada yang sepakat dengan radikalisme atau pemisahan batas dengan
pagar.
Kini dunia sedang meunggu perhelatan
pilpres AS pada 8 November mendatang. Publik Amerika harus benar-benar
mempertimbangkan segala aspek. Karena hal ini cukup beralasan guna mewujudkan
Amerika Serikat dan dunia yang lebih baik, damai, dan aman.
0 komentar