CERPEN - Mimpi si tukang semir sepatu

By vegaensiklopedia10@gmail.com - 20.35


Oleh : Vega Ma’arijil Ula (VMU)

Muhammad Saleh Ridwan atau yang akrab dipanggil Saleh ini, adalah pemuda yang lahir di Palestina pada tanggal 10 April 1993. Sejak umur enam tahun ia sudah ditinggal oleh kedua orangtuanya yang meninggal karena sakit keras, sehingga ia harus hidup sebatang kara di tempat tinggalnya yang tak begitu besar. Pemuda yang mempunyai hobi bermain bola serta memfavoritkan Arsenal ini, kini hidup sebagai tukang semir sepatu keliling di desanya. Saleh bercita-cita sebagai seorang fotografer, dengan kerja kerasnya dan bekal ilmu fotografi yang ia dapatkan dibangku sekolah dasar saat ia masih bersekolah. Banyak tetangganya yang iba kepadanya, bahkan tak jarang ada yang memberikannya uang atau makanan karena merasa iba kepadanya, disamping itu karena beberapa alasan bahwa ia adalah pemuda yang baik, ramah dan sopan terhadap siapapun, serta taat beribadah, bahkan tak jarang ia pergi ke masjid untuk shalat lima waktu dan mengaji. Itulah mengapa banyak yang bersimpati kepadanya.

Setiap pagi tepatnya pukul 8, ia mulai berkeliling menawarkan jasanya menyemir sepatu. Penghasilannya yang tak menentu juga selalu disyukurinya. Bahkan tidak satu atau duakali ia pulang tanpa membawa uang sepeserpu. Ia berkeliling dari pukul 8 sampai 5 sore.

Saat adzan dhuhur tiba, ia melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim dengan menjalankan shalat dhuzur. Seusai shalat, ia menyempatkan untuk makan siang dengan bekal ubi yang ia bawa dari rumah sambil duduk diatas kursi yang terbuat dari bambu. Sambil beristirahat dan makan siang, ia secara tidak sengaja membaca sebuah brosur yang ditempel didinding dekat ia duduk dan menyantap makan siangnya. Ternyata brosur tersebut edalah sebuah lomba fotografi yang diadakan oleh pemerintah kerajaan Inggris dalam memperingati Ulangtahun pangeran Williams. Lomba akan dilaksanakan duahari lagi dan bertempat dikota London. Mungkin ia sedikit terlambat saat membaca brosur tersebut mengingat lomba yang akan dilaksanakan duahari lagi. Namun yang membuatnya sedikit berpeluang mengikuti lomba tersebut adalah sudah disediakannya kamera oleh panitia lomba. Karena melihat jadwal yang sudah sangat mepet, dengan semangat yang tinggi, ia bergegas pulang kerumah untuk mempersiapkan segala hal yang akan ia bawa untuk berangkat esok pagi.

Sesampainya dirumah, ia mempersiapkan beberapa pakaian yang paling bagus yang ia punya, mengingat acara ini diselenggarakan oleh pemerintah Inggris, maka ia harus tampil sedikit bagus dari hari-hari biasanya. Dengan sedikit uang tabungan yang ia kumpulkan, ia merasa cukup untuk sampai ke London dengan menaiki pesawat, meski ia tak tahu bagaimana nantinya ia pulang kembali ke tanah kelahirannya ini. Namun ia tak menghiraukannya, ia akan memikirkannya nanti. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana ia dapat sampai di London dan mengikuti lomba fotografi tersebut.

Perjalanan dari Palestina menuju London memakan waktu 15 jam. Sesampainya di Bandar udara Internasional London Heathrow, Saleh segera mencari tempat dimana diadakannya kompetisi fotografi tersebut. Setelah bertanya kepada penduduk setempat dan polisi daerah London, akhirnya ia menemukan tempat dilangsungkannya kompetisi memotret. Dengan membayar pendaftaran sebesar dua pound, ia akhirnya dapat mengikuti kompetisi memotret ini. Yang menjadi obyek persyaratan memotret ini adalah segala hal yang berada di London.

Sebelum dilangsungkannya perlombaan, panitia mengadakan rapat mengenai aturan kompetisi. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa yang menjadi obyek adalah segala hal yang ada di London, serta tiap-tiap peserta hanya akan menyerahkan satu fotografi yang menurutnya paling bagus. Durasi kompetisi adalah 1 jam untuk berburu foto, dan setelah berakhirnya lomba, peserta diharap mengembalikan kamera yang digunakan selama kompetisi, hal ini mengingat bahwa kamera yang digunnakan peserta adalah peminjaman dari beberapa industri swasta yang ada di London. Sedangkan untuk hadiah hanya akan diberikan kepada 5 juara, dengan rincian

Juara 1 : Uang tunai sebesar 10 juta rupiah (± 668 pounds) + I buah kamera DSLR
Juara 2 : Uang tunai sebesar 7 juta rupiah + I buah kamera DSLR
Juara 3 : Uang tunai sebesar 2,5 juta rupiah + I buah kamera DSLR
Juara 4 : 2 buah kamera DSLR
Juara 5 : 1 buah kamera DSLR

“Dorr…” sebuah bunyi pistol yang ditembakkan ke udara pertanda kompetisi telah dimulai. Saleh, anak desa sekaligus tukang semir yang datang dari Palestina ini mulai berburu mencari foto yang pas untuk kompetisi ini. Mencari dan mencari, itulah yang terus ia lakukan.

1 jam berlalu, semua peserta berkumpul dilapangan untuk mengetahui pemenang yang akan diumumkan 3 jam lagi, sambil menunggu juri melakukan seleksi foto, para peserta mendapatkan kesempatan untuk masuk kedalam istana pangeran William unttuk melihat-lihat seluruh isi istana, namun dengan penjagaan ketat oleh penjaga istana serta terbagi dalam beberapa kelompok.

Kagum, itulah yang ada dalam benak Saleh. Bagaimana tidak, ia tak pernah menyangka dapat berkesempatan untuk berdiri dan melihat-lihat seisiruang tempat presiden tinggal. Ia tak menyangka, seorang anak tukang semir sepatu dapat melakukannya.

3 jam berlalu, pengumuman juara akan segera diumumkan. Dalam hati kecilnya, Saleh berharap ia dapat memenangkan kompetisi ini, berapapun juara yang nantinya ia dapat itu tidak masalah, karena kelima juara tetap akan mendapatkan kamera DSLR yang ia mimpikan sejak dulu demi menunjang cita-citanya yang sebagai seorang fotografer kelak.

Satu per satu juara disebutkan.

“Juara kelima jatuh pada Thomas Riddle.”

“Juara keempat jatuh pada Robert Thomson.”

Dalam benaknya, munginkah ia akan mendapat juara? Mengingat juara empat atau lima saja tak diraihnya.

“Juara ketiga jatuh pada Marry Hermione”.

Semakin sulit, ujar Saleh dalam hati.

“Juara kedua Victoria curran.”

Tak mungkin, usai sudah. Aku kalah, tambah Saleh dalam hati.

Dan untuk juara pertama jatuh pada …

Mungkinkah aku?

“Muhammad Saleh Ridwan”

“Ya Allah, benarkah aku yang dipanggil, benarkah itu namaku? , ungkapnya dalam hati”

Saudara Saleh beserta keempat juara yang lain diharap maju kedepan untuk mengambil hadiah.
Saleh masih tidak percaya jika dirinya dapat menjadi juara dalam kompetisi tersebut. Sebuah foto wanita tua renta beserta kedua anaknya yang bersandar disebuah tembok tepat dibawah jam Big-Bang telah mengantarkannya menjadi juara pertama.

Seusai kompetisi, Saleh menyewa tempat disekitar London untuk beristirahat sebelum esoknya ia kembali ke Palestina. Setibanya di palestina, ia berziarah kemakam kedua orangtuanya, ia membuktikan pesan dari kedua orangtuanya sebelum meninggal, yaitu tetap buat orangtua bangga. Ya, Saleh telah membuktikannya.

Beberapa mingu setelahnya, Saleh mencoba kembali ke London dengan harapan ia dapat meraih cita-citanya sebagai fotografer. Kali ini ia sudah memiliki passport sejak pengalaman pertamanya terbang ke London saat mengikuti kompetisi dengan dibuatkan passport oleh pemerintah didesanya.

Saleh tetap tidak bisa lepas dari hobinya bermain sepakbola dan Arsenal serta fotografi. Pada akhirnya ia diterima sebagai fotografer oleh salah satu tim liga Inggris yang berasal dari London Utara. Ya, Arsenal. Dari sinilah sebuah tolakan kehidupan Saleh yang hanya hidup sebagai tukang semir dan ditinggal oleh orangtuanya semenjak masih kecil. Ia tidak patah arang karena hal tersebut. Justru dari situlah semangatnya mulai berkobar tuk merubah hidup dan membanggakan kedua orangtuanya.

Kini, kemanapun Arsenal bertanding, Saleh selalu ada dipinggir lapangan tuk mengambil gambar pasukan London Utara tersebut.

Sesekali ia kembali ke Palestina untuk berbagi ilmu di sekolah fotografi gratis yang ia rintis bersama teman-teman semasa sekolahnya.

Inilah Muhammad Ridwan Saleh, seorang tukang semir sepatu yang telah meraih mimpinya menjadi seorang fotografer.

-         -       VMU       -

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Contact

Whats App
085640127128

Email
vegaensiklopedia10@gmail.com