Pilihan Masyarakat: Rasional, Independen dan Bermutu
By vegaensiklopedia10@gmail.com - 06.08
Oleh:
Vega Ma’arijil Ula
Pilkada DKI Jakarta tinggal menunggu
waktu, namun atmosfernya sudah terasa bahkan saat tahun 2017 belum dimulai. Mulai
dari aksi kampanye sana sini yang mulai dilakukan paslon hingga mode blusukan
guna menarik perhatian warga mulai digerakkan di akhir tahun 2016. Semuanya
dilakukan guna menarik suara warga Ibukota guna duduk dikursi nomor satu di
Ibukota. Berbagai kendaraan bertajuk
partai politik tak ketinggalan memfasilitasi tiap-tiap pasangan calon Gubernur
DKI Jakarta.
Atmosfer Nasionalis versus Agamis
perlahan muncul melalui partai politik. Squad Nasionalis dihuni oleh Nasdem,
Golkar, Hanura, dan PDIP. Kemudian di squad Agamis terdiri dari Gerindra, PKS,
PAN, PPP, PKB dan Demokrat. Nama empat partai terakhir sempat digagas sebagai
koalisi kekeluargaan, kini ber-manuver ke arah Agamis.
Dahulu alur permainan tradisional
seperti ini memang berhasil, namun di era pemikiran masyarakat yang semakin
modern sepertinya tak semudah dahulu. Masyarakat kini sudah semakin tahu bahwa
model oposisional seperti itu adalah model lama yang sudah tidak kekinian. Masyarakat
tak akan goyah dengan atau dibelah melalui cara demikian. Thesis dari Laswell
yang berjudul Psychopathology and
Politics mengatakan bahwa kegiatan politik adalah produk individu yang
mengatasnamakan kepentingan bersama atau umum.
Artinya, pola pikir dan pilihan
politis masyarakat Jakarta tak bisa kembali digiring ke arah provokasi yang
mengandung isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan). Karena opsi terbaru
saat ini, masyarakat lebiih berfikir secara rasional, yang artinya lebih
berfikir terhadap calon pemimpin yang memiliki bukti, bukan hanya janji,
lagipula kita memilih calon pemipin daerah, bukan pemimpin agama. Kita dapat
melihat Rotterdam dan London, kedua kota tersebut di wakili oleh walikota yang
notabene seorang muslim, faktanya tak ada masalah dengan itu. Kembali pada
bahasan awal bahwa sejatinya kita mencari pemimpin daerah, bukan pemimpin
agama. Jadi isu-isu yang menjatuhkan lewat SARA seharusnya tak perlu dijadikan
senjata untuk memecah belah. Justru mereka yang menjadikan isu tradisional
seperti ini akan jatuh dengan sendirinya. Awalnya mungkin akan ramai dan heboh.
Namun perlahan justru akan ditinggalkan
pemilihnya.
Inti dari segala permasalahan dalam
Pilkada DKI Jakarta adalah menuju daerah yang sehat. Dalam arti daerah yang
sehat adalah daerah yang dipimpin oleh orang yang bijaksana dan tidak rakus
pada jabatan yang nanti disandangnya. Setelah itu, masyarakat juga harus
menjunjung tinggi pilihan yang rasional, independen dan bermutu. Sehingga
nantinya Pilkada DKI Jakarta adalah Pilkada yang sehat dan terbebas dari isu
SARA. Untuk partai mereka harus berbenah dan mulai menyingkirkan tren
tradisional kuno yang memecah belah. Semuanya untuk pilkada yang damai dan
sehat serta untuk kemajuan daerah dan negeri ini.
VEGA
MA’ARIJIL ULA
Alumni
Universitas Negeri Semarang
0 komentar