Oleh
: Vega Ma’arijil Ula (VMU)
Muhammad
Saleh Ridwan atau yang akrab dipanggil Saleh ini, adalah pemuda yang lahir di
Palestina pada tanggal 10 April 1993. Sejak umur enam tahun ia sudah ditinggal
oleh kedua orangtuanya yang meninggal karena sakit keras, sehingga ia harus
hidup sebatang kara di tempat tinggalnya yang tak begitu besar. Pemuda yang
mempunyai hobi bermain bola serta memfavoritkan Arsenal ini, kini hidup sebagai
tukang semir sepatu keliling di desanya. Saleh bercita-cita sebagai seorang
fotografer, dengan kerja kerasnya dan bekal ilmu fotografi yang ia dapatkan
dibangku sekolah dasar saat ia masih bersekolah. Banyak tetangganya yang iba
kepadanya, bahkan tak jarang ada yang memberikannya uang atau makanan karena
merasa iba kepadanya, disamping itu karena beberapa alasan bahwa ia adalah
pemuda yang baik, ramah dan sopan terhadap siapapun, serta taat beribadah,
bahkan tak jarang ia pergi ke masjid untuk shalat lima waktu dan mengaji.
Itulah mengapa banyak yang bersimpati kepadanya.
Setiap
pagi tepatnya pukul 8, ia mulai berkeliling menawarkan jasanya menyemir sepatu.
Penghasilannya yang tak menentu juga selalu disyukurinya. Bahkan tidak satu
atau duakali ia pulang tanpa membawa uang sepeserpu. Ia berkeliling dari pukul
8 sampai 5 sore.
Saat
adzan dhuhur tiba, ia melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim dengan
menjalankan shalat dhuzur. Seusai shalat, ia menyempatkan untuk makan siang
dengan bekal ubi yang ia bawa dari rumah sambil duduk diatas kursi yang terbuat
dari bambu. Sambil beristirahat dan makan siang, ia secara tidak sengaja
membaca sebuah brosur yang ditempel didinding dekat ia duduk dan menyantap
makan siangnya. Ternyata brosur tersebut edalah sebuah lomba fotografi yang
diadakan oleh pemerintah kerajaan Inggris dalam memperingati Ulangtahun
pangeran Williams. Lomba akan dilaksanakan duahari lagi dan bertempat dikota
London. Mungkin ia sedikit terlambat saat membaca brosur tersebut mengingat
lomba yang akan dilaksanakan duahari lagi. Namun yang membuatnya sedikit
berpeluang mengikuti lomba tersebut adalah sudah disediakannya kamera oleh
panitia lomba. Karena melihat jadwal yang sudah sangat mepet, dengan semangat
yang tinggi, ia bergegas pulang kerumah untuk mempersiapkan segala hal yang
akan ia bawa untuk berangkat esok pagi.
Sesampainya
dirumah, ia mempersiapkan beberapa pakaian yang paling bagus yang ia punya,
mengingat acara ini diselenggarakan oleh pemerintah Inggris, maka ia harus
tampil sedikit bagus dari hari-hari biasanya. Dengan sedikit uang tabungan yang
ia kumpulkan, ia merasa cukup untuk sampai ke London dengan menaiki pesawat,
meski ia tak tahu bagaimana nantinya ia pulang kembali ke tanah kelahirannya
ini. Namun ia tak menghiraukannya, ia akan memikirkannya nanti. Yang terpenting
saat ini adalah bagaimana ia dapat sampai di London dan mengikuti lomba
fotografi tersebut.
Perjalanan
dari Palestina menuju London memakan waktu 15 jam. Sesampainya di Bandar udara
Internasional London Heathrow, Saleh segera mencari tempat dimana diadakannya
kompetisi fotografi tersebut. Setelah bertanya kepada penduduk setempat dan
polisi daerah London, akhirnya ia menemukan tempat dilangsungkannya kompetisi
memotret. Dengan membayar pendaftaran sebesar dua pound, ia akhirnya dapat
mengikuti kompetisi memotret ini. Yang menjadi obyek persyaratan memotret ini
adalah segala hal yang berada di London.
Sebelum
dilangsungkannya perlombaan, panitia mengadakan rapat mengenai aturan
kompetisi. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa yang menjadi obyek adalah segala
hal yang ada di London, serta tiap-tiap peserta hanya akan menyerahkan satu
fotografi yang menurutnya paling bagus. Durasi kompetisi adalah 1 jam untuk
berburu foto, dan setelah berakhirnya lomba, peserta diharap mengembalikan
kamera yang digunakan selama kompetisi, hal ini mengingat bahwa kamera yang
digunnakan peserta adalah peminjaman dari beberapa industri swasta yang ada di
London. Sedangkan untuk hadiah hanya akan diberikan kepada 5 juara, dengan
rincian
Juara
1 : Uang tunai sebesar 10 juta rupiah (± 668 pounds) + I buah kamera DSLR
Juara
2 : Uang tunai sebesar 7 juta rupiah + I buah kamera DSLR
Juara
3 : Uang tunai sebesar 2,5 juta rupiah + I buah kamera DSLR
Juara
4 : 2 buah kamera DSLR
Juara
5 : 1 buah kamera DSLR
“Dorr…”
sebuah bunyi pistol yang ditembakkan ke udara pertanda kompetisi telah dimulai.
Saleh, anak desa sekaligus tukang semir yang datang dari Palestina ini mulai
berburu mencari foto yang pas untuk kompetisi ini. Mencari dan mencari, itulah
yang terus ia lakukan.
1
jam berlalu, semua peserta berkumpul dilapangan untuk mengetahui pemenang yang
akan diumumkan 3 jam lagi, sambil menunggu juri melakukan seleksi foto, para
peserta mendapatkan kesempatan untuk masuk kedalam istana pangeran William
unttuk melihat-lihat seluruh isi istana, namun dengan penjagaan ketat oleh
penjaga istana serta terbagi dalam beberapa kelompok.
Kagum,
itulah yang ada dalam benak Saleh. Bagaimana tidak, ia tak pernah menyangka
dapat berkesempatan untuk berdiri dan melihat-lihat seisiruang tempat presiden
tinggal. Ia tak menyangka, seorang anak tukang semir sepatu dapat melakukannya.
3
jam berlalu, pengumuman juara akan segera diumumkan. Dalam hati kecilnya, Saleh
berharap ia dapat memenangkan kompetisi ini, berapapun juara yang nantinya ia
dapat itu tidak masalah, karena kelima juara tetap akan mendapatkan kamera DSLR
yang ia mimpikan sejak dulu demi menunjang cita-citanya yang sebagai seorang
fotografer kelak.
Satu
per satu juara disebutkan.
“Juara
kelima jatuh pada Thomas Riddle.”
“Juara
keempat jatuh pada Robert Thomson.”
Dalam benaknya, munginkah ia akan
mendapat juara? Mengingat juara empat atau lima saja tak diraihnya.
“Juara
ketiga jatuh pada Marry Hermione”.
Semakin sulit, ujar Saleh dalam
hati.
“Juara
kedua Victoria curran.”
Tak mungkin, usai sudah. Aku kalah,
tambah Saleh dalam hati.
Dan
untuk juara pertama jatuh pada …
Mungkinkah aku?
“Muhammad
Saleh Ridwan”
“Ya Allah, benarkah aku yang
dipanggil, benarkah itu namaku? , ungkapnya dalam hati”
Saudara
Saleh beserta keempat juara yang lain diharap maju kedepan untuk mengambil
hadiah.
Saleh
masih tidak percaya jika dirinya dapat menjadi juara dalam kompetisi tersebut.
Sebuah foto wanita tua renta beserta kedua anaknya yang bersandar disebuah
tembok tepat dibawah jam Big-Bang telah mengantarkannya menjadi juara pertama.
Seusai
kompetisi, Saleh menyewa tempat disekitar London untuk beristirahat sebelum
esoknya ia kembali ke Palestina. Setibanya di palestina, ia berziarah kemakam
kedua orangtuanya, ia membuktikan pesan dari kedua orangtuanya sebelum
meninggal, yaitu tetap buat orangtua bangga. Ya, Saleh telah membuktikannya.
Beberapa
mingu setelahnya, Saleh mencoba kembali ke London dengan harapan ia dapat
meraih cita-citanya sebagai fotografer. Kali ini ia sudah memiliki passport
sejak pengalaman pertamanya terbang ke London saat mengikuti kompetisi dengan
dibuatkan passport oleh pemerintah didesanya.
Saleh
tetap tidak bisa lepas dari hobinya bermain sepakbola dan Arsenal serta
fotografi. Pada akhirnya ia diterima sebagai fotografer oleh salah satu tim
liga Inggris yang berasal dari London Utara. Ya, Arsenal. Dari sinilah sebuah tolakan kehidupan Saleh yang hanya
hidup sebagai tukang semir dan ditinggal oleh orangtuanya semenjak masih kecil.
Ia tidak patah arang karena hal tersebut. Justru dari situlah semangatnya mulai
berkobar tuk merubah hidup dan membanggakan kedua orangtuanya.
Kini, kemanapun Arsenal bertanding,
Saleh selalu ada dipinggir lapangan tuk mengambil gambar pasukan London Utara
tersebut.
Sesekali ia kembali ke Palestina
untuk berbagi ilmu di sekolah fotografi gratis yang ia rintis bersama
teman-teman semasa sekolahnya.
Inilah Muhammad Ridwan Saleh,
seorang tukang semir sepatu yang telah meraih mimpinya menjadi seorang
fotografer.
- - VMU -
0 komentar